Skip to main content

Cerita singkat kegiatan dutayantra mendampingi mahasiswa Korea bersepeda.



16 Agustus 2017, pagi itu ternyata saya harus memacu sepeda saya lebih cepat karena saya baru berangkat dari rumah ketika teman-teman sudah start dari Janti. Dengan tenaga seadanya karena belum sarapan saya sukses memanen keringat ketika sampai di Candi Sari, tempat kumpul dan start kegiatan sepedaan pagi itu.

Hari itu dutayantra dipercaya mengajak sepedaan mahasiswa dari Namseoul, Korea. Perjalanan kali ini mengunjungi candi-candi. Dimulai di candi Sari, sepeda yang disediakan untuk mahasiswa Korea datang dan di un-load, di jejer apik, dan menunggu rombongan mahasiswa Korea datang. Acara dimulai dengan penjelasan singkat dan melihat-lihat bagian dalam candi yang disertai cerita dari pak Guru Mahatmanto. Cerita di candi Sari diakhiri dengan foto bersama.

Mahasiswa Korea tak sabar sepertinya ingin segera bersepeda, dengan sigap mereka keluar halaman candi dan memilih sepeda yang cocok bagi mereka. Penyesuaian rendah sadel dilakukan dan penjelasan singkat rute diucapkan. Road Captain kali ini ialah mas Cahya dengan pak Tata sebagai penyapu ranjau. Belum lama dipancal, terlihat dua pesepeda mahasiswa dari Korea penuh perjuangan memancal sepedanya menelusuri jalan desa dekat candi Sari.

Rute sepedaan ini dibuat asik dan diarahkan tidak melalui jalan utama. Dari candi Sari ke barat sedikit dan keutara hingga tembus jalan yang langsung mengarah ke rayamayana balet dan akan diteruskan melalui jalan tersebut ke candi Sewu hingga candi Plaosan.

Keluar dari jalan desa menuju jalan tembus sawah di barat laut candi Sari, ternyata salah satu dari dua peserta yang berada di paling belakang menyerah. Mobil pikep ternyata langsung ke arah candi sewu, sehingga sepeda yang nganggur saya geret.

Ternyata beberapa ratus meter didepan ada sepeda yang lepas QR as roda belakangnya dan ditukar dengan sepeda yang saya geret. Sepeda yang lepas QR-nya tersebut lalu di loading oleh mobil kampus. Sepedaan dilanjut menikmati sinar mentari dengan latar candi prambanan dan kompleksnya. Berhenti sejenak di jembatan sungai opak untuk menerima penjelasan mengenai pintu masuk candi Prambanan yang aslinya masuk dari barat dan harus melewati sungai (menyucikan diri) sebelum masuk ke kompleks suci Prambanan.

Perjalanan berlanjut mengutara dan menimur hingga candi Sewu. Mahasiswa Korea yang berada di paling belakang layak diacungi jempol tetap berusaha mengayuh sepedanya ditemani penyapu ranjau kami, meski berjarak 3 menit-an dari rombongan.



Sebelum masuk candi sewu kami disuguhi tayangan AV (bukan Adult Video lho ya) tentang pengenalan singkat per-candian di kawasan lembah dewa (daerah Prambanan). Beberapa mahasiswa korea di dalam ruangan merapikan gincu-nya sembari beberapa menyentorkan kipas angin portabelnya ke wajah dan sebagian menikmati empuknya sofa dalam alam frekuensi mimpi. Sepertinya meski pagi yang menurut kami masih sejuk, udara ini termasuk panas bagi mereka untuk sepedaan.

Tontonan audio visual tersebut sebagai pengantar kami menapak ke kompleks candi Sewu. 10 tahun yang lalu saya begitu terpesona karena 10 tahun yang lalu  adalah kali pertama saya melihat candi ini. dalam benak saya waktu itu candi ini mempunyai kesan yang sama dengan visual Guardian Force Alexander yang melindungi suatu kastil dari serangan naga Bahamut dalam permainan Final Fantasy IX, keren! Mungkin suatu saat ada film transformer Nusantara yang robotnya adalah perubahan dari candi-candi yang selama ini tidur ribuan tahun. Hahaha…

Beberapa mahasiswa Korea menyerah untuk melanjutkan perjalanan dengan bersepeda, namun masih ada yang gigih melanjutkan perjalanan dengan bersepeda. Di Plaosan kami mengitari kompleks candi dan masuk desa untuk melihat proses pembuatan jamu tradisional dan angklung. Hari yang mulai panas di sejukkan oleh hawa pedesaan dan angin kencang yang menjadi semilir karena di saring oleh pepohonan di desa.


 Menjelang jam 12, saatnya makan siang, kami menuju timur candi Plaosan untuk bersantap siang pecel dan esteh. Karena perjalanan sepedaan ini usai disini, maka semua sepeda dinaikkan ke pikep, ditata rapi dan sepeda siap untuk perjalanan pulang.

Ini merupakan pengalaman saya pertama mendampingi trip bersama mahasiswa asing dengan moda sepeda. Sayangnya banyak mahasiswa dari Korea tidak bisa berbahasan Inggris dan kami tidak bisa berbahasa Korea, sehingga banyak informasi yang dijelaskan selama perjalanan kurang masyuk kepada peserta dari Korea baik dengan obyek candi maupun di rumah produksi jamu dan angklung. Dampaknya mahasiswa dari Korea kemudian terlihat bosan ketika trip, dan hanya beberapa yang njethuk manthengin penjelasan / demonstrasi pembuatan.

Uniknya mereka begitu menaruh perhatian lebih pada anak kecil, di berbagai kesempatan di rumah produksi jamu dan angklung mereka mencoba berinteraksi dengan anak-kecil meski saling tak tau ngomong apaan, tetapi mereka tetap berusaha berinteraksi.

Untuk audio visual di candi Sewu, terpikir juga bila tayangannya dibuatkan subtitlenya dalam berbagai bahasa, jadi mbok menawa mendapat tamu dari luar, lebih terinformasikan secara jelas pada wisatawan.

Begitu pengalaman saya ditulis, semoga di lain kesempatan kita bisa bersepeda bersama dengan pengalaman seru yang lain!
Terimakasih dutayantra!





 


Comments

Popular posts from this blog

ngepit atau pit-pitan?

Ngepit atau pit-pitan? Ada judul serupa ditulis di kompasiana pada tahun 2015 , dan di tulis ulang di suatu blog pada 2016 . Tulisan tersebut menjelaskan beda ngepit dan pit - pitan yang kemudian menekankan pada kebijakan segosegawe yang direspon secara pit-pitan bukan ngepit seperti yang diharapkan pada semangat segosegawe. Segosegawe sudah punah tapi semangat ngepit atau pit-pitan tetap ada. Suatu hal unik, perulangan kata benda menjadi suatu kata kerja. Mobil-mobilan artinya mainan yang menyerupai mobil, omah-omahan berarti benda yang menyerupai rumah, sedangkan kata pit-pitan berarti kegiatan bersepeda. Setuju ya, arti ngepit dan pit-pitan itu sama bahwa dalam proses perpindahan tempat menggunakan moda transportasi sepeda, juga pasti setuju, nuansa kata ngepit lebih serius daripada nuansa kata pit-pitan. Saya sendiri lebih melihat ngepit dekat dengan kata travel to, sedangkan pit-pitan lebih dekat dengan kata journey. Ngepit mempunyai arti yang lebih dekat k...

tersesat di wisma kuwera

“Nek wong sing duwe short term memory elek, ning kene iso ra nemu dalan metu ki” Kalimat tersebut diungkapkan Rizal kepada saya setelah separuh jalan blusukan di dalam wisma Kuwera. Memang menurut saya, peletakan ruang yang ‘aneh’ pada bangunan tersebut memberikan potensi keblasuk bagi orang baru yang dibebaskan berkeliling semaunya di Kuwera. Haha… Tentunya sang perancang memiliki kemampuan spasial yang hebat! Pastinya.. Sejuk, dingin, hangat. Begitulah berbagai ruang yang terbentuk di wisma ini. Sejuk,  dapat mudah dirasakan di bagian ruang paling bawah dan ruang diatas dekat dengan bukaan. Hangat, tentunya nuansa yang di timbulkan oleh penggunaan elemen kayu, yang banyak digunakan dan sangat terasa di lantai atas. Lalu dingin? Dibawah tanah, yang konon katanya tempat untuk hening Romo Mangun jaman dulu. Perpaduan sejuk dan hangat merupakan ungkapan respon dari tropis. Karena di daerah tropis merupakan daerah yang tidak terlalu panas maupun dingin, maka...

kayu dan gergaji

yang disebut kayu itu sebenarnya hanyalah bagian tertentu saja dari suatu batang pohon. ia adalah bagian terkerasnya. ia diberi perhatian dan dikhususkan oleh manusia, setelah mereka melihat kegunaannya: ia bisa difungsikan oleh manusia untuk menjadi bahan pembuatan alat-alat kehidupan sesehari mereka. jadi, dari mulanya, memang manusia sudah naksir pada pohon dan bagian-bagiannya. mereka sudah penuh rencana untuk menguasai alam dan memanfaatkannya bagi kebahagian mereka [manusia] sendiri. memilih kayu sebagai bahan adalah menempatkan kayu sebagai material: suatu calon, bakalan, yang kelak akan menjadi sesuatu. oleh sebab itu juga ia dinamai material karena mengandung kata mater di dalamnya, yang artinya adalah ibu: asal dari segala sesuatu. bila di hutan ia disebut pohon, di toko besi disebut kayu [dengan berbagai variannya, tergantung bentuk dan ukuran] maka setelah terangkai dalam sebuah rumah, ia dinamai reng, usuk, blandar, saka, dsb. lihatlah, bagaimana material ...