oh.. |
Begitu
menyebalkan ketika melintas di jalan
Kenari dari arah barat ke timur. Menyebalkan karena di utara jalan pasti deret
mobil parkir sehingga 2/5 dari separuh jalan diokupasi oleh mobil yang diam. Bukankah
itu biasa? Okelah biasa, tapi yang membuat menyebalkan selanjutnya ialah
jebakan jeglongan yang sepertinya
sudah disiapkan dengan ciamik!
Ada range jarak nyaman yang sebetulnya yang dapat
dijadikan standar, jarak antara pinggir jalan dan posisi kendaraan roda dua
yang melintas. Namun masalahnya zona nyaman tersebut sudah di okupasi sebagai
lahan parkir. Jarak nyaman kemudian bergeser menengah. Sedangkan di jarak
nyaman tersebut terdapat jeglongan lubang untuk drainase, sungguh menyebalkan!
Mengapa menyebalkan?
Ya jelas, jalan aspal yang tadinya mulus dilubangi, dan lubangnya tepat di atas
jalan tanpa memperhitungkan kenyamanan. Pertanyaannya apakah tidak bisa membuat
lubang drainase atau inspeksi tersebut di pinggir meski selokan bawah tanah
tetap di bawah jalan aspal? Mengapa lubang harus di jalan, mengapa pula harus njeglong? Apakah tidak bisa membuat
aspal dan jeruji lubang drainase sama levelnya?
Ya begitulah
keadaannya..
gundah gulana |
Memahami
Dua material
yang berbeda membutuhkan pemahaman antar material yang oke untuk dapat
disatukan. Oleh siapa? Oleh sang desainer dan pelaksana tentunya. Dapat terjadi
dalam cetak biru, pertemuan antar material sudah terdesain baik tapi dalam
pelaksanaannya amburadul. Mengingat tulisan Bu Tutun dalam artikel ini, bisa
jadi keberpihakan terhadap pelaksana lapangan yang lemah. Ibarat kata; yang
penting sudah disuruh atasan dan dilaksanakan serta proyek jadi. Reward tak
seberapa dibanding usaha mereka berkerja di lapangan.
Okelah itu
di kalangan pengambil keputusan pada level tinggi dan birokrasinya. Tapi ternyata
masuk ke pinggir jalan, ke daerah yang lebih khusus, konflik antar material
banyak terjadi. Aspal dengna trotoar, trotoar dengan tutup utilitas perkabelan
perkotaan, juga keramik rumah yang bertemu dengan paving blok.
Tiap material
mempunyai sifat dan ke-khasannya tersendiri. Mempunyai konteks ketika
ditempatkan di lokasi tertentu. Mempunyai keunggulan di lokasi dan penempatan
tertentu. Bila antar material bertemu, bisa terjadi sebuah perayaan, bisa
terjadi sebuah pemaksaan.
Fungsi dan pemaksaan
Apakah perjumpaan
antar material yang tidak terolah membuat fungsi tidak berjalan? Tentunya fungsi
dapat tetap berjalan tanpa pemahaman material. Lebih penting dronjongan bisa
dilalui, air bisa masuk got, aspal tetap jalan, toh kendaraan yang lewat juga bersuspensi
(tepatnya: ranmor yang bersuspensi) sehingga perlakuan terhadap detail tidak
terlalu bermasalah dengan aktivitas yang terjadi pada material tersebut.
ketika.. |
Selain abai,
ada juga yang sedikit ber-empati. Fungsi jalan, dengan empati ‘memperhalus’
perjumpaan antar material. Dengan apa? Mudah, murah (karena dipakai hanya
sedikit pada pertemuan), dan dapat dibentuk secara luwes; semen. Keramik ><
konblok haluskan dengan semen. Aspal dan trotoar, semen. Bagaikan serbuk ajaib
yang bisa menambal dan menghubungkan material apapun! Dalam perjumpaan dua
material utama, hadirnya semen sebagai material yang menjadi tuan rumah suatu
perjumpaan merupakan penyelesaian suatu pertikaian dengan pemaksaan oleh pihak
ketiga, supaya pihak yang berkonflik mau berdamai.
Sampai kapan?
Budaya?
Menurut
pemikiran saya, keahlian mempertemukan dua material yang berbeda supaya dapat
berjumpa secara meriah merupakan salah satu kemampuan menyelesaikan konflik. Dua
material dengan kebutuhan berbeda, sifat berbeda dipertemukan dengan baik ialah
penyelesaian suatu konflik.
Dalam budaya
apapun, tak dapat dipisahkan dari kata kerja ‘membangun’ terutama membangun
suatu bangunan sebagai tempat perlindungan. Pasti setiap manusia membangun,
lapis demi lapis material. Material demi material. Ketika dalam proses panjang
manusia yang terus membangun, mengolah material manusia tidak biasa ataupun
membiasakan diri mengolah hubungan antar material. Tentunya perlahan berdampak
menjadi suatu budaya. Budaya penyusunan material suka-suka, sekadar tercapainya
fungsi, mengesampingkan tiap-tiap material mempunyai potensinya masing-masing.
hhmm... |
Ketika perlakuan
pada material pun sesukanya sendiri, maka manusia pun akan mempunyai pola pikir
yang senada pada suatu perbedaan dalam skala yang lebih kompleks, yaitu
kehidupan sosialnya. Entah benar atau tidak, atau hanya nyrempet saja. Tapi saya
percaya ada hubungannya, manusia memperlakukan material yang penting asal poles
manis, berfungsi, begitu juga pada konflik antar manusia.
Jangan-jangan
kita perlu membiasakan diam sejenak dan bertanya pada pasir, bata, ataupun
batako, “Hei, kamu maunya digimanaain sih?” demi keberlanjutan kemanusiaan yang
dapat memanajemen konflik secara lebih baik.
Dan terjadilah
transformasi desain.
-Eigner-
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com