Skip to main content

ramai sebelum sepi


malam itu saya memang berniat untuk mendatangi pura jagadnatha di banguntapan, tempat yang sering saya lewati kalau berangkat ke kantor bersepeda.
tempat itu juga sering saya lewati kalau kami sekeluarga makan sepulang dari gereja: entah di warung bu komang, entah di bimakrodha.

tapi malam itu saya tidak hanya melewatinya.
saya memang ingin menikmati cara orang hindu di jawa dan bali menyambut tahun baru. dari situ saya hendak mengetahui cara mereka memaknai fenomen pergantian waktu dari lama ke baru.

peralihan waktu itu membutuhkan kesepakatan, sebab dari mana kita tahu bahwa waktu sudah beralih? apa tanda-tandanya? bukankah waktu itu terlalu abstrak untuk dilihat, dipegang dirasakan dengan kelima indera tubuh kita? seringkali, waktu diumpamakan seperti angin atau air, dua elemen alam yang mampu mengalir.

bedanya air dan angin, air punya sumber sebagai awalan dan punya muara sebagai akhiran. sedangkan angin? ia tidak jelas asalnya dan tidak pasti pula tujuannya, tapi yang jelas punya kekuatan.

sudah lama waktu diumpamakan sebagai kekuatan yang serupa angin. bahkan, ia dinamai sebagai kala, yang dalam ikonografi jawa dan bali divisualisasikan sebagai raksasa yang menakutkan. waktu -kala- adalah kekuatan yang hebat, misterius dan tidak bisa ditebak dari mana dan mau ke mana ia bergerak.

malam itu, pergantian waktu ditandai oleh selesainya segala kesibukan dan keramaian kehidupan. hidup adalah identik dengan kesibukan, dengan ramainya kegiatan kerja, yang penuh dengan persaingan, muslihat, taktik, akal-akalan dan berbagai jenis kontestasi yang kadang mengganggu pihak lain.

tahun yang baru, awal dari suatu periode waktu yang baru, hendak diawali dengan kesunyian, antagonis dari keramaian yang biasa dipentaskan dalam hidup seharian. berdiam ini butuh kesepakatan bersama karena berdiam dari segala aktivitas itu bisa mengganggu pihak lain bila tidak sama-sama menyepakati tindakan diam itu.

diam adalah tindakan yang bukan kerja, tindakan yang tidak menghasilkan apa-apa, tidak produktif. tapi itu tidak berarti bahwa diam tidak berguna. secara periodik kita diminta untuk berdiam, tidak ngapa-ngapain: dalam doa, dalam tidur, dalam rekreasi... semuanya adalah tindakan-tindakan yang tidak dimaksudkan untuk membuat sesuatu, tidak mengubah atau mengganggu alam di luar diri kita.

lama dan baru dalam waktu ternyata tidak hanya dimaknai sebagai dialog antara diam dan gerak, pasif dan aktif, namun juga dimaknai sebagai kontestasi antara yang baik melawan yang jahat: dharma melawan adharma.
dilibatkannya penilaian etis [baik vs jahat] membuat perubahan waktu jadi suatu keharusan, keniscayaan: sebab yang lama [jahat] harus dikalahkan dan digantikan dengan yang baru [baik].

maka, malam itu kami pun bergerak dari pura berarak mengelilingi kampung.
kampung, seringkali dimaknai sebagai dunia, replika dari seluruh dunia dalam ukuran lebih kecil. kami bergerak mengelilingi dunia.
adapun yang diarak secara beramai-ramai adalah visualisasi kejahatan berupa boneka besar yang dihias indah. dalam iringan gamelan yang semarak, arak-arakan ini memikat perhatian seluruh warga kampung. ada yang hanya menonton, tapi tidak sedikit pula yang ikut mengiringi perjalanan arak-arakan ini kembali ke pura.

di pura, di tempat kita tadi mengawali perarakan, lambang kejahatan tadi dihancurkan. dirusak, dan dibakar jadi debu...kejahatan sebesar itu sudah kita kalahkan!

acara yang berlangsung semarak dan ramai sekali itu harus diakhiri jelang tengah malam. sebab waktu-waktu selanjutnya kita akan memasuki aliran waktu yang baru. kita bersepakat bahwa titik nol waktu telah ditetapkan. dengan keheningan, tanpa aktivitas yang berupa karya.
waktu seperti dihentikan. sehari penuh.

dengan membuat kontras antara ramai dan sepi, maka saat teduh atau saat sunyi itu semakin intens dirasakan. oleh sebab itu menghayati nyepi, pada hemat saya, perlu juga dengan mengikuti keramaian saat-saat sebelumnya.

paling tidak, itu untuk pemula seperti saya, yang amat terbantu dalam menghayati nilai kesunyian dengan terlibat dalam keramaian.

terima kasih saudara-saudaraku umat hindu, yang telah mengajarkan kepada dunia tentang bagaimana dunia ini harus selalu bergerak maju, semakin baik dari pada sebelumnya.

mirip seperti kita bersepeda!


sehari setelah nyepi 2017
mahatmanto

Comments

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

ngepit atau pit-pitan?

Ngepit atau pit-pitan? Ada judul serupa ditulis di kompasiana pada tahun 2015 , dan di tulis ulang di suatu blog pada 2016 . Tulisan tersebut menjelaskan beda ngepit dan pit - pitan yang kemudian menekankan pada kebijakan segosegawe yang direspon secara pit-pitan bukan ngepit seperti yang diharapkan pada semangat segosegawe. Segosegawe sudah punah tapi semangat ngepit atau pit-pitan tetap ada. Suatu hal unik, perulangan kata benda menjadi suatu kata kerja. Mobil-mobilan artinya mainan yang menyerupai mobil, omah-omahan berarti benda yang menyerupai rumah, sedangkan kata pit-pitan berarti kegiatan bersepeda. Setuju ya, arti ngepit dan pit-pitan itu sama bahwa dalam proses perpindahan tempat menggunakan moda transportasi sepeda, juga pasti setuju, nuansa kata ngepit lebih serius daripada nuansa kata pit-pitan. Saya sendiri lebih melihat ngepit dekat dengan kata travel to, sedangkan pit-pitan lebih dekat dengan kata journey. Ngepit mempunyai arti yang lebih dekat k...

tersesat di wisma kuwera

“Nek wong sing duwe short term memory elek, ning kene iso ra nemu dalan metu ki” Kalimat tersebut diungkapkan Rizal kepada saya setelah separuh jalan blusukan di dalam wisma Kuwera. Memang menurut saya, peletakan ruang yang ‘aneh’ pada bangunan tersebut memberikan potensi keblasuk bagi orang baru yang dibebaskan berkeliling semaunya di Kuwera. Haha… Tentunya sang perancang memiliki kemampuan spasial yang hebat! Pastinya.. Sejuk, dingin, hangat. Begitulah berbagai ruang yang terbentuk di wisma ini. Sejuk,  dapat mudah dirasakan di bagian ruang paling bawah dan ruang diatas dekat dengan bukaan. Hangat, tentunya nuansa yang di timbulkan oleh penggunaan elemen kayu, yang banyak digunakan dan sangat terasa di lantai atas. Lalu dingin? Dibawah tanah, yang konon katanya tempat untuk hening Romo Mangun jaman dulu. Perpaduan sejuk dan hangat merupakan ungkapan respon dari tropis. Karena di daerah tropis merupakan daerah yang tidak terlalu panas maupun dingin, maka...

kayu dan gergaji

yang disebut kayu itu sebenarnya hanyalah bagian tertentu saja dari suatu batang pohon. ia adalah bagian terkerasnya. ia diberi perhatian dan dikhususkan oleh manusia, setelah mereka melihat kegunaannya: ia bisa difungsikan oleh manusia untuk menjadi bahan pembuatan alat-alat kehidupan sesehari mereka. jadi, dari mulanya, memang manusia sudah naksir pada pohon dan bagian-bagiannya. mereka sudah penuh rencana untuk menguasai alam dan memanfaatkannya bagi kebahagian mereka [manusia] sendiri. memilih kayu sebagai bahan adalah menempatkan kayu sebagai material: suatu calon, bakalan, yang kelak akan menjadi sesuatu. oleh sebab itu juga ia dinamai material karena mengandung kata mater di dalamnya, yang artinya adalah ibu: asal dari segala sesuatu. bila di hutan ia disebut pohon, di toko besi disebut kayu [dengan berbagai variannya, tergantung bentuk dan ukuran] maka setelah terangkai dalam sebuah rumah, ia dinamai reng, usuk, blandar, saka, dsb. lihatlah, bagaimana material ...